Merantau ke Jakarta tanpa uang dan pendidikan, Haryanto akhirnya melamar
sebagai anggota TNI. Setelah 20 tahun mengabdi di kesatuannya dengan
pangkat terakhir kopral, ia justru sukses berbisnis angkutan umum. Kini
penghasilannya tak kalah dengan para jenderal.
|
Sumber Gambar: dinodinohermanto.blogspot.com |
Gelutilah bisnis yang Anda kenal. Haryanto agaknya betul-betul
menjalankan nasihat ini dengan disiplin tinggi. Berkat ketekunan,
keuletan, dan tentu saja garis keberuntungan yang tergores di tangannya,
Haryanto akhirnya memetik buah usahanya.
|
Sumber Gambar: boyzforum.com |
Bagi pria kelahiran Kudus 46 tahun yang lalu ini disiplin memang
bukan hal aneh. Maklum, ia adalah mantan anggota Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Jangan pandang sebelah mata. Kariernya di TNI memang
berakhir saat ia berpangkat kopral. Tapi, Haryanto benar-benar sukses
mengelola bisnis. Saat ini ia memiliki 26 bus eksekutif yang melayani
jalur Jakarta-Kudus PP, Jakarta-Pati PP dan Jakarta-Jepara PP. Selain
itu, ia juga memiliki 150 unit angkutan kota (angkot) yang merajai
seluruh trayek di Tangerang serta memiliki show room mobil.
|
Sumber Gambar: kaskushootthreads.blogspot.com |
Haryanto sendiri sebenarnya tak pernah menyangka ia akan menjadi
pengusaha. Pasalnya, ia terlahir sebagai anak desa di Kudus, Jawa
Tengah. Orang tuanya hanyalah buruh tani yang punya kerja sambilan
sebagai tukang memisahkan tulang dan daging ikan di pasar. Adapun
Haryanto, sejak kecil dididik untuk bekerja keras, mulai dari
menggembala sapi milik tetangga, berjualan es atau sebagai tukang ngarit
demi menambah penghasilan bagi kelangsungan hidup keluarganya. Maklum,
keluarganya adalah keluarga besar. Haryanto adalah anak keenam dari
sebelas bersaudara.
|
Sumber Gambar: twicsy.com |
Meski ulet, ternyata Haryanto cukup bandel. Buktinya, ia tidak
menyelesaikan sekolahnya di bangku Sekolah Teknik Menengah (STM)
lantaran merasa tidak cocok. Ia lalu kabur dari rumah dan hijrah ke
Tangerang. "Saya akan mengubah nasib," begitu tekadnya waktu itu.
|
Sumber Gambar: twitter.com |
Berbekal tekad dan semangat yang kuat, di Tangerang Haryanto lalu
mendaftar sebagai anggota TNI. Sejak kecil Haryanto memang bercita-cita
bisa berseragam loreng sambil memanggul senjata. Cita-citanya itu
akhirnya kesampaian juga. Tahun 1979 ia mulai bekerja di kesatuan
angkatan udara Kostrad di Tangerang. "Saya dididik jadi pengemudi, tugas
saya mengangkut alat-alat berat, meriam, beras untuk konsumsi dan
perminyakan," kenang Haryanto. Penghasilan yang ia kantongi waktu itu
sekitar Rp 18.000 per bulan.
|
Sumber Gambar: www.bisjurusan.com |
Bekerja sambilan jadi sopir angkot
Karena sudah bekerja dan
mengantongi gaji, pada 1982 Haryanto memberanikan diri untuk menikah.
Tapi, gaji belasan ribu yang diterimanya tiap bulan itu ternyata tak
cukup untuk menambal semua kebutuhan hidupnya. Bahkan, rumah sewa
berukuran 3 x 4 meter yang ia huni bersama dengan istrinya tak mampu ia
bayar. "Untuk membayar sewa rumah saja saya utang," kenangnya. Kepepet
dengan kondisi keuangan yang minim inilah yang justru mempertebal
semangat Haryanto untuk mulai mencari usaha sampingan. Pada 1984, dengan
modal uang tabungan kurang dari Rp 1 juta, Haryanto nekat membeli satu
unit mobil angkutan kota (angkot) buatan Daihatsu.
|
Sumber Gambar: www.kaskus.co.id |
Ia pun lalu menjadi sopir bagi kendaraan pribadinya yang berpelat
kuning. Waktu itu rute yang ia tempuh Pasar Anyar-Serpong. "Dulu masih
kebun karet, jalannya juga enggak sebagus sekarang," paparnya. Di
sela-sela waktu bekerja sebagai sopir kendaraan militer di kesatuannya,
Haryanto pun meluangkan waktunya untuk menyopiri angkotnya. Saban hari
ia menyopir angkotnya pada pukul 15.00-16.00, kemudian bekerja di
Kostrad hingga pukul 19.00. Selepas pukul 22.00, ia mulai mengemudikan
angkotnya lagi hingga dini hari. Suka tidak suka, Haryanto harus
mengurangi waktu tidurnya demi menafkahi istri dan ketiga anaknya.
|
Sumber Gambar: www.kaskus.co.id |
Berkat rajin menyopiri angkotnya, tahun-tahun berikutnya Haryanto
terus membeli angkot dari uang yang ia sisihkan. Modal untuk membeli
angkot juga didapatnya dari hasil kerja sambilannya yang lain, sebagai
perwakilan bus PO Sumber Urip yang ia tekuni sejak 1990-2000. Angkotnya
terus beranak-pinak hingga puluhan dan terus bertambah menembus angka
100 unit. "Insya Allah sekarang saya telah memiliki jalur angkot hampir
seluruh Tangerang," ungkapnya penuh syukur. Saat ini sekitar 150 angkot
ada dalam daftar asetnya. Dari usaha angkotnya saja, jutaan rupiah
berhasil ia kantongi setiap hari.
|
Sumber Gambar: www.lowonganpekerjaandb.com |
Tapi, Haryanto bukan orang yang gampang berpuas diri. Tahun 1990 ia
membuka satu gerai showroom mobil di Tangerang yang khusus menjual
angkot dari beragam karoseri. Gerai ini tak membutuhkan modal yang
banyak, Haryanto hanya menyiapkan lahan bagi mereka yang ingin menjual
angkotnya. "Modalnya hanya kepercayaan," tukas Haryanto. Showroom ini
pun cukup laris, setiap bulan sekitar 20-30 unit mobil berhasil ia jual.
|
Sumber Gambar: www.lowonganpekerjaandb.com |
Pensiun dari kopral, gajinya jenderal
Karena
putaran roda bisnisnya semakin kencang, Haryanto pun akhirnya
memutuskan untuk keluar dari kesatuannya di militer. Kendati usianya
baru 43 tahun, tahun 2002 lalu, ia melayangkan surat pengunduran diri.
"Saya enggak dapat pesangon, tapi dapat pensiun Rp 800.000 per bulan,"
ujarnya.
Sejak pensiun itulah Haryanto justru sibuk dengan mainan barunya,
yaitu PO Haryanto yang dirintisnya pada tahun yang sama. Waktu itu
Haryanto mendapat kucuran kredit dari Bank BRI sekitar Rp 3 miliar. Uang
itu ia gunakan untuk membeli enam unit bus senilai masing-masing Rp 800
juta. "Pinjaman itu saya pakai untuk uang muka beli bus," katanya.
Semula Haryanto mengoperasikan busnya untuk rute Cikarang-Cimone
kelas non-AC alias ekonomi. Sayangnya, bus jurusan ini sepi penumpang.
Maka, ia mengalihkan ke bus eksekutif yang ber-AC dan membuat rute baru
yang tujuannya tak jauh dari kampung halamannya, yaitu Jakarta-Kudus,
Jakarta-Jepara, dan Jakarta-Pati. Demi menjaga kualitas, Haryanto
mendidik sopir-sopirnya agar tidak ugal-ugalan dan diprotes penumpang.
Walau sudah menjadi juragan, Haryanto pun tak segan-segan setiap hari
nongkrong di terminal, memeriksa sendiri kondisi bus-busnya sambil
mendengarkan keluhan penumpang.
|
Sumber Gambar: www.kaskus.co.id |
Di garasinya kini sekitar 20 unit bus berjajar rapi. Adapun enam bus
kelas ekonomi yang pertama ia beli dulu, dikandangkan terpisah dan
tidak lagi ia lajukan di jalan raya. "Bus ekonomi nanti akan saya lepas
Rp 200 juta per unitnya," kata Haryanto. Salah satu kunci suksesnya
sebagai pemain baru di bisnis bus antarkota antarprovinsi ini adalah
karena ia berani mematok tarif 20% lebih murah ketimbang perusahaan
otobus lain.
Tak heran, banyak penumpang yang kini melirik armada angkutannya
sehingga pundi-pundi uang Haryanto lancar terisi. Dari putaran roda
bisnis di bisnis beragam angkutan penumpang ini, Haryanto kini menangguk
pendapatan yang lumayan. Karyawannya pun kini telah mencapai 500 orang.
"Saya enggak nyangka sekarang bisa menjadi pengusaha," ungkap Haryanto.
Sebagai pengusaha, tentu saja penghasilan pensiunan kopral itu tak
kalah dengan para jenderal.
Mengongkosi Sopir ke Tanah Suci
Pergi
ke tanah suci adalah impian Haryanto, pemilik PO Haryanto. Itu
sebabnya, ia selalu menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya.
Berkat uang hasil tabungannya itulah, pada 1997, akhirnya ia bisa
berangkat ke tanah suci bersama orang tua dan istrinya. Sejak kakinya
menginjakkan tanah suci itulah ia berjanji pada dirinya untuk
menjalankan bisnis ini dengan sungguh-sungguh. "Alhamdulillah saya bisa
ke Mekkah juga dari hasil usaha angkot," ujarnya kalem.
Haryanto agaknya sadar betul bahwa usahanya tak akan berhasil tanpa
campur tangan Yang di Atas. Itu sebabnya, ia berikrar akan
memberangkatkan sopir-sopirnya ke Tanah Suci. Maka dari itu, setiba dari
Mekkah, kendati harga dolar sedang mahal-mahalnya, Haryanto memenuhi
janjinya pada diri sendiri untuk memberangkatkan karyawannya naik haji.
Kesempatan pertama itu ia hadiahkan pada satu orang sopir yang telah
setia bekerja padanya. "Dia sopir pertama yang saya berangkatkan ke
tanah suci," ujarnya.
Tradisi memberangkatkan karyawannya itu terus ia pelihara hingga
sekarang. Bagi karyawan yang taat dan tekun beribadah, Haryanto tak
segan-segan membagi tiket untuk beribadah ke Mekkah. Kini setiap tahun
sekitar lima karyawan berangkat naik haji atas biaya Haryanto.
Femi Adi, Nur Agus S
Sumber:
https://groups.yahoo.com/neo/groups/BisMania/
.
.